Masalah Sosial


MAKALAH
“Masalah Sosial Sebagai Efek Perubahan (Kasus Lingkungan Hidup) dan Upaya Pemecahannya












DISUSUN OLEH :

Setyo Budi Murdianto




Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, Karena berkat Taufik dan Hidayah – Nya, penulis dapat menyusun Makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan, namun demikian penulis berharap makalah ini dapat menjadi bahan rujukan dan semoga dapat menambah pengetahuan siswa siswi SMKN 1 PURWOSARI tentang Kasus Lingkungan Hidup.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini terutama kepada kelompok kami sendiri . Makalah “Masalah Sosial Sebagai Efek Perubahan (Kasus Lingkungan Hidup) dan Upaya Pemecahannya” ini dibuat guna melaksanakan tugas mata Pelajaran BAHASA INDONESIA Dengan segala hormat penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.









Purwosari,02 april 2011





DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………              
Daftar isi………………………………………………………….               

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Intensitas dan Kompleksitas Masalah…………………….               
1.2 Latar Belakang Masalah…………………………………..              
1.3 Rumusan Masalah…………………………………………              
1.4 Batasan Masalah…………………………………………..              
1.5 Tujuan Penulisan…………………………………………..              
1.6 Metode Penulisan………………………………………….             
1.7 Manfaat Penulisan…………………………………………             

BAB II PENANGANAN MASALAH BERBASIS MASYARAKAT

2.1 Mengembangkan Sistem Sosial yang Responsif…………..              
2.2 Pemanfaatan Modal Sosial…………………………………            
2.3 Pemanfaatan Institusi Sosial……………………………….             
2.4 Optimalisasi Kontribusi dalam Pelayanan Sosial…………..             
2.5 Kerjasama dan Jaringan ……………………………………            


BAB III UPAYA PENANGANAN MASALAH LINGKUNGAN HIDUP

4.1 Upaya yang dilakukan pemerintah…………………………            
4.2 Upaya masyarakat bersama pemerintah……………………             

BAB IV PENUTUP

5.1 Kesimpulan………………………………………………….           
5.2 Saran…………………………………………………………           




BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Intensitas dan Kompleksitas Masalah
PERANGKAT Peraturan Perundangan melalui UU No 32 Tahun 2009 sebagai revisi Undang-Undang sebelumnya, secara jelas telah mengatur berbagai kebijakan serta sanksi bagi yang melakukan pelanggaran serta kerusakan lingkungan hidup. Undang-undang ini diharapkan dapat memberikan rasa keadilan, kesejahteraan, serta mengakomodir segala kepentingan masyarakat mengenai lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak azasi setiap warga Negara, tanpa terkecuali baik si miskin maupun si kaya. Namun seringkali hak tersebut hanya sebagai satu pernyataan yang didengung-dengungkan saja dan bukan jaminan bahwa kualitas lingkungan akan menjadi baik. Masalahnya adalah lemahnya pelaksanaan baik pengawasan secara operasional maupun berbagai kepentingan yang menyangkut ekonomi, politik dan pribadi.
Pesan-pesan moral selama ini yang didengungkan seperti jangan membuang sampah sembarang tempat, hindari gas dan limbah beracun, jagalah kelestarian alam dan sebagainya, ataupun penggunaan produk yang berlabelkan ramah lingkungan, hanya sebatas himbauan dan wacana tapi implementasi sesungguhnya tidak pernah dilaksanakan. Selama ini banyak kasus terhadap kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab baik berbentuk perseorangan, lembaga maupun perusahaan industri, tidak terkena sanksi baik melalui UU itu sendiri maupun secara pidana karena pada akhirnya tidak cukup bukti untuk dijadikan alasan untuk menjerat sipelaku. Inilah yang memicu rasa ketidakadilan dan kemarahan masyarakat yang terkena dampak, sehingga masyarakat dapat melakukan pengadilan sendiri atau main hakim sendiri karena tidak lagi mempercayai hukum, polisi atau aparat yang seharusnya bertanggungjawab.
Di sisi lain kita dihadapkan dengan adanya isu global yang saat ini sangat menarik perhatian dunia yaitu perubahan iklim dengan semakin memanasnya suhu di permukaan bumi (Global Warming). Dari beberapa laporan penelitian menyebutkan bahwa setiap tahunnya diperkirakan akan terjadi peningkatan suhu global sebesar 2oC. Apa pengaruhnya terhadap kita?
Beberapa kasus Global Warming seperti kekeringan di beberapa daerah, yang mengakibatkan terjadinya penurunan hasil produksi pertanian. Di daerah pantai juga memperjelas indikasi ini. Dalam sepuluh tahun terakhir, ketinggian permukaan air laut naik sebesar 30 sampai 60 Cm. Kenaikan permukaan air ini disebabkan karena adanya reaksi meningkatnya suhu sehingga mendorong air di dasar laut yang dingin bergerak naik kepermukaan yang disebut dengan proses osilasi. Akibatnya siklus El Nino dan La nina Badai Laut yang membawa resiko perubahan cuaca terjadi makin cepat, secara normal baru akan berlangsung 10 tahun sekali, tetapi sekarang menjadi empat tahun sekali.
Pemanasan global tidak hanya memberikan dampak perubahan bumi secara geografis bagi umat manusia, tapi juga memberi efek bagi sumber air bersih, rusaknya biodiversiti dan juga pada kesehatan, salah satunya adalah berjangkitnya wabah penyakit malaria. Juga beberapa penyakit yang baru-baru ini berkembang seperti Virus SARS, Flu burung dan Flu Babi akibat dari dampak perubahan suhu di bumi ini. Masalah lingkungan akibat berbagai aktivitas manusia tidak hanya sebatas pada perubahan iklim saja. Banyak kasus-kasus pengrusakan lingkungan akibat berbagai aktivitas industri lainnya, seperti pencemaran terhadap air, tanah, udara dan juga keanekaragaman hayati.
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa NGO pencinta lingkungan menyebutkan bahwa pemberi kontribusi terbesar terjadinya perubahan iklim dan pengrusakan lingkungan lainnya dipermukaan bumi, tidak lain adalah dari Negara-negara industri besar. Hampir lebih dari 95 % merupakan produk-produk hasil industri Negara-negara ini tergolong produk berbahaya bagi lingkungan. Kenyataan ini semakin dipicu dengan adanya perdagangan dan pasar bebas yang saat ini telah menimbulkan reaksi berbagai elemen masyarakat maupun organisasi.
Di sinilah tantangan yang dihadapi UU No 32 Tahun 2009 disatu sisi harus dilaksanakan secara melembaga sampai keakar rumput (masyarakat dan organisasi lainnya), sementara disisi lain dihadapkan dengan isu global dengan melibatkan antar institusi , lembaga Non pemerintah    (LSM), Perusahaan Asing diluar NKRI. Menyikapi berbagai permasalahan yang menyangkut kelestarian lingkungan hidup serta isu global, maka beberapa hal yang menjadi landasan pemikiran dan perenungan dalam kaitanya dengan UU No. 32 tahun 2009 adalah sebagai berikut :
1. Kita harus kembali memaknai Filosofi dan nilai budaya luhur bangsa yang merupakan kearifan lokal sejak dulu sampai sekarang, dimana menekankan pentingnya lingkungan alam serta kelestariannya. Lingkungan harus menjadi bagian yang tidak boleh terpisahkan dari kehidupan manusia. Rusaknya lingkungan maka rusakpulah kehidupan manusia bahkan akan menjadi bencana dari generasi kegenerasi selanjutnya.
2. Harus ada pendidikan sejak dini tentang pentingnya kelestarian lingkungan hidup yang dimulai dari kehidupan anak dirumah sampai terbiasa memahami lingkungan hidupnya (harus ada pola dan perubahan perilaku menjadi budaya ).
3. Mulailah menerapkan teknologi yang ramah lingkungan dan sistem informasi yang akurat dalam menangkal setiap isu global.
4. Harus ada kemauan politik dari setiap stakeholder baik pemerintah pusat , daerah, badan/instansi yang menangani lingkungan, yang mengarah ke Good Governance. Dengan Good Governance dapat diciptakan suatu model Pembangunan dan Pengelolaan lingkungan hidup alternatif yang mampu menggerakkan partisipasi masyarakat. Tanpa Niat dan Komitmen yang kuat untuk mewujudkan suatu pemerintah yang baik serta menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan kearifan lokal,maka upaya apapun untuk bisa mengelola lingkungan dan pelaksanaan kebijakan lingkungan yang baik tidak akan pernah berhasil termasuk mengimplemetasikan UU No 32 tahun 2009 mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
1.2        Latar Belakang Masalah
1.2.1  Penyebab Kasus Lingkungan Hidup
Ada dua faktor penyebab terjadinya degradasi lingkungan hidup (LH), pertama penyebab yang bersifat tidak langsung dan kedua penyebab yang bersifat langsung. Faktor penyebab tidak langsung merupakan penyebab yang sangat dominan terhadap kerusakan lingkungan, sedangkan yang bersifat langsung, terbatas pada ulah penduduk setempat yang terpaksa mengeksploitasi hutan/lingkungan secara berlebihan karena desakan kebutuhan. Faktor penyebab tersebut berikut ini bersifat tidak langsung.
1. Pertambahan Penduduk : Penduduk yang bertambah terus setiap tahun menghendaki penyediaan sejumlah kebutuhan atas “pangan, sandang dan papan (rumah)”. Sementara itu ruang muka bumi tempat manusia mencari nafkah tidak bertambah luas. Perluasan lapangan usaha itulah yang pada gilirannya menyebabkan eksploitasi lingkungan secara berlebihan dan atau secara liar.
2. Kebijakan Pemerintah : Beberapa kebijakan pemerintah yang berdampak negatif terhadap LH. Sejak tahun 1970, pembangunan Indonesia dititikberatkan pada pembangunan industri yang berbasis pada pembangunan pertanian yang menyokong industri. Keinginan pemerintah Orde Baru saat itu yang segera ingin mewujudkan Indonesia sebagai negara industri, telah menyebabkan rakyat miskin mayoritas penduduk (terutama yang tidak memiliki lahan yang cukup) hanya menjadi “penonton” pembangunan. Bahkan sebagian dari mereka kehilangan mata pencarian sebagai buruh tani dan nelayan karena masuknya teknologi di bidang pertanian dan perikanan. Mereka ini karena terpaksa menggarap tanah negara secara liar di daerah pesisir hingga pegunungan.
3. Dampak Industrialisasi : Dalam proses industrialisasi ini antara lain termasuk industri perkayuan, perumahan/real estate dan industri kertas. Ketiga industri tersebut di atas memerlukan kayu dalam jumlah yang besar sebagai bahan bakunya. Inilah awal mula eksploitasi kayu di hutan-hutan, yang melibatkan banyak kalangan terlibat di dalamnya. Keuntungan yang demikian besar dalam bisnis perkayuan telah mengundang banyak pengusaha besar terjun di bidang ini. Namun, sangat disayangkan karena sulitnya pengawasan, banyak aturan di bidang pengusahaan hutan ini yang dilanggar yang pada gilirannya berkembang menjadi semacam “mafia” perkayuan. Semua ini terjadi karena ada jaringan kolusi yang rapi antara pengusaha, oknum birokrasi dan oknum keamanan. Sementara itu penduduk setempat yang perduli hutan tidak berdaya menghadapinnya. Akibat lebih lanjut penduduk setempat yang semula peduli dan mencintai hutan serta memiliki sikap moral yang tinggi terhadap lingkungan menjadi frustasi, bahkan kemudian sebagian dari mereka turut terlibat dalam proses “illegal logging” tersebut. Masalah tersebut di atas di era pemerintahan Orde Reformasi sekarang ini masih terus berlanjut, bahkan semakin marak dan melibatkan sejumlah pihak yang lebih banyak dibandingkan dengan era Orde Baru. Uang yang berlimpah dari keuntungan illegal logging ini telah membutakan mata hati/dan moral oknum-oknum birokrat dan penegak hukum yang terlibat atas betapa pentingnya manfaat hutan dan lingkungan hidup yang lestari, untuk kehidupan semua makhluk, khususnya manusia generasi sekarang dan yang akan datang.
4. Reboisasi dan Reklamasi yang Gagal : Upaya reboisasi hutan yang telah ditebang dan reklamasi lubang/tanah terbuka bekas galian tambang sangat minim hasilnya karena prosesnya memerlukan waktu puluhan tahun dan dananya tidak mencukupi karena banyak disalahgunakan (dikorupsi). Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan dan kesadaran atas pentingnya pelestarian lingkungan hidup, baik di kalangan pejabat maupun warga masyarakat sangat rendah. Kebakaran hutan reboisasi diduga ada unsur kesengajaan untuk mengelabui reboisasi yang tidak sesuai ketentuan (manipulasi reboisasi).
5. Meningkatnya Penduduk Miskin dan Pengangguran : Bertambah banyaknya penduduk miskin dan pengangguran sebagai akibat dari pemulihan krisis ekonomi yang hingga kini belum berhasil serta adanya kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak populis seperti penghilangan subsidi untuk sebagian kebutuhan pokok rakyat, peningkatan tarif BMM, listrik, telepon dan lain-lain, merupakan faktor pemicu sekaligus pemacu perusakan lingkungan oleh penduduk miskin di pedesaan. Gejala ini juga dimanfaatkan oleh para spekulan penduduk kota untuk bekerja sama dengan penduduk miskin pedesaan. Sebagai contoh mengalirnya kayu jati hasil penebangan liar dari hutan negara/perhutani ke industri meubelair di kota-kota besar di Pulau Jawa, sebagai satu bukti dalam hal ini. Peningkatan jumlah penduduk miskin dan pengangguran diperkirakan akan memperbesar dan mempercepat kerusakan hutan/lingkungan yang makin parah. Hal ini merupakan lampu merah bagi masa depan generasi kita.
6. Lemahnya Penegakan Hukum : Sudah banyak peraturan perundangan yang telah dibuat berkenaan dengan pengelolaan lingkungan dan khususnya hutan, namun implementasinya di lapangan seakan-akan tidak tampak, karena memang faktanya apa yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan yang telah dibuat. Lemah dan tidak jalannya sangsi atas pelanggaran dalam setiap peraturan yang ada memberikan peluang untuk terjadinya pelanggaran. Di pihak lain disinyalir adanya aparat penegak hukum yang terlibat dalam sindikat/mafia perkayuan dan pertambangan telah melemahkan proses peradilan atas para penjahat lingkungan, sehingga mengesankan peradilan masalah lingkungan seperti sandiwara belaka. Namun di atas itu semua lemahnya penegakan hukum sebagai akibat rendahnya komitmen dan kredibilitas moral aparat penegak hukum merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap semakin maraknya perusakan hutan/lingkungan.
7. Kesadaran Masyarakat yang Rendah : Kesadaran sebagian besar warga masyarakat yang rendah terhadap pentingnya pelestarian lingkungan/hutan merupakan satu hal yang menyebabkan ketidakpedulian masyarakat atas degradasi lingkungan yang semakin intensif. Rendahnya kesadaran masyarakat ini disebabkan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang lingkungan hidup yang memadai. Oleh karena itu, kini sudah saatnya pengetahuan tentang lingkungan hidup dikembangkan sedemikian rupa dan menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah umum mulai dari tingkat SD. Hal ini dipandang penting, karena kurangnya pengetahuan masyarakat atas fungsi dan manfaat lingkungan hidup telah menyebabkan pula rendahnya disiplin masyarakat dalam memperlakukan lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan dan kaidah-kaidah iptek lingkungan hidup.
8. Pencemaran Lingkungan : Pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah maupun udara justru di era reformasi ini terutama di Pulau Jawa semakin memprihatinkan. Disiplin masyarakat kota dalam mengelola sampah secara benar semakin menurun. Banyak onggokan sampah bukan pada tempatnya. Para pelaku industri berdasarkan hasil penelitian tidak ada yang mengelola sampah industri dengan baik. Sebanyak 50% dari 85 perusahaan hanya mengelola sampah berdasarkan ketentuan minimum. Sebanyak 22 perusahaan (25%) mengelola sampah tidak sesuai ketentuan bahkan ada 4 perusahaan belum mengendalikan pencemaran dari pabriknya sama sekali. Pencemaran udara semakin meningkat tajam di kota-kota besar, metropolitan dan kawasan industri. Gas buangan (CO2) dari kendaraan yang lalu lalang semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah kendaraan itu sendiri. Dengan diproduksinya kendaraan murah (Toyota Avanza dan Xenia) yang dijual secara kredit, akan menambah lonjakan jumlah kendaraan, hal ini akan menambah kemacetan lalu lintas di kota besar. Dampaknya akan terjadi lonjakan tingkat pencemaran udara yang luar biasa.
1.3        Rumusan Masalah
- Apa faktor penyebab kasus lingkungan hidup ?
- Bagaimana upaya penanggulangan kasus lingkungan hidup ?
- Mengapa kasus lingkungan hidup masih menjadi masalah berkelanjutan di Indonesia?
- Bagaimana penanganan masalah berbasis masyarakat (kasus lingkungan hidup)?
-  Apa saja organisasi yang terlibat dalam penanganan kasus lingkungan hidup ?
- Bentuk kerjasama dan jaringan seperti apa untuk menanggulangi kasus lingkungan hidup ?
- Bagaimana wujud optimalisasi kontribusi dalam pelayanan sosial (kasus lingkungan hidup)?
1.4        Batasan Masalah
Dari sekian ulasan masalah yang telah penulis uraikan dalam rumusan masalah bahwa masalah penyalahgunaan obat masih menjadi masalah berkelanjutan di Indonesia. Penulis akan membatasi masalah yang berkaitan dengan judul makalah yaitu “Masalah Sosial Sebagai Efek Perubahan”(Kasus Lingkungan Hidup).
1.5        Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk melatih keterampilan, kecermatan,
ketelitian dan kerja sama kita dalam memecahkan suatu masalah sosial yaitu penyalahgunaan obat yang berkaitan dengan ilmu sosiologi politik dan guna menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah sosiologi politik yaitu Bapak Muhammad Burhan Amin. Selain itu, penulisan ini juga bertujuan untuk melatih softskill kita dalam memperhatikan masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Makalah ini juga dapat memberikan manfaat, yaitu untuk menambah pengetahuan kita mengenai ilmu sosiologi politik khususnya tentang masalah sosial (kasus lingkungan hidup), sehingga kita dapat mengetahui mengapa kasus lingkungan hidup bisa menjadi masalah sosial umumnya di Indonesia.



1.6        Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu dengan browsing di internet dan dengan melalui metode penjelasan dari dosen sosiologi politik.
1.7        Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan mengkaji masalah kasus lingkungan hidup dengan segala kompleksitasnya dengan berbagai pendekatan.
BAB II
Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat
  • 2.1        Mengembangkan Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat
Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut perlu dilakukan secara hati-hati agar tujuan dari upaya dapat dicapai. Mengingat bahwa subjek dan objek penanggulangan ini terkait erat dengan keberadaan masyarakat pesisir, dimana mereka juga mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi terhadap ketersediaan sumberdaya di sekitar, seperti ikan, udang, kepiting, kayu mangrove, dan sebagainya, maka penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut yang berbasis masyarakat menjadi pilihan yang bijaksana untuk diimplementasikan.
Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat diharapkan mampu menjawab persoalan yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakteristik sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di wilayah tersebut. Dalam hal ini, suatu komunitas mempunyai hak untuk dilibatkan atau bahkan mempunyai kewenangan secara langsung untuk membuat sebuah perencanaan pengelolaan wilayahnya disesuaikan dengan kapasitas dan daya dukung wilayah terhadap ragam aktivitas masyarakat di sekitarnya.
Pola perencanaan pengelolaan seperti ini sering dikenal dengan sebutan [[participatory management planning]], dimana pola pendekatan perencanaan dari bawah yang disinkronkan dengan pola pendekatan perencanaan dari atas menjadi sinergi diimplementasikan. Dalam hal ini prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat menjadi hal krusial yang harus dijadikan dasar implementasi sebuah pengelolaan berbasis masyarakat.
Tujuan umum penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat dalam hal ini meminjam definisi COREMAP-LIPI (1997) yang menyebutkan tujuan umum pengelolaan berbasis masyarakat, COREMAP dalam hal ini mengambil ekosistem terumbu karang sebagai objek pengelolaan. Oleh karena itu, tujuan penanggulangan kerusakan pesisir dan laut berbasis masyarakat dalam hal ini adalah memberdayakan masyarakat agar dapat berperanserta secara aktif dan terlibat langsung dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan lokal untuk menjamin dan menjaga kelestarian pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan, sehingga diharapkan pula dapat menjamin adanya pembangunan yang berkesinambungan di wilayah bersangkutan.
Tujuan khusus penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir laut berbasis masyarakat juga didefinisikan dengan meminjam tujuan program PBM yang dikembangkan COREMAP (1997). Tujuan khusus penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat dalam hal ini dilakukan untuk (i) meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menanggulangi kerusakan lingkungan; (ii) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dalam pengembangan rencana penanggulangan kerusakan lingkungan secara terpadu yang sudah disetujui bersama; (iii) membantu masyarakat setempat memilih dan mengembangkan aktivitas ekonomi yang lebih ramah lingkungan; dan (iv) memberikan pelatihan mengenai sistem pelaksanaan dan pengawasan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat.
Tujuan program yang dikemukakan COREMAP-LIPI (1997) dinilai sejalan dengan pemikiran McAllister (1999) yaitu bahwa di dalam penelitian secara partisipatif untuk kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berbasis masyarakat seringkali terfokus pada pengembangan, transformasi atau penguatan kelembagaan masyarakat, sehingga proses identifikasi kelembagaan lokal yang ada dan menganalisisnya untuk mengetahui sejauh mana kelembagaan tersebut berhubungan dengan upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
Pengkajian kelembagaan lokal ini harus didasarkan pada pertanyaan mendasar tentang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan berbasis masyarakat, seperti apakah kelembagaan lokal tersebut sejalan dengan tujuan dari partisipasi lokal ? apakah pembuatan keputusan dilakukan secara demokratis, menjunjung tinggi persamaan dan mempunyai peran dan kepemilikan yang seimbang serta menganut konsep keberlanjutan sumberdaya (konservatif) ? Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak lengkap terjawab, maka perlu dilakukan upaya untuk membuat kesepakatan baru secara bersama yang bersifat melembaga dan atau mentransformasi kesepakatan lokal yang telah ada.
Upaya penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat sebaiknya dilakukan dengan meminjam petunjuk teknis pengelolaan berbasis masyarakat (PBM) yang diajukan COREMAP (1997).
1. Persiapan
Dalam persiapan ini terdapat tiga kegiatan kunci yang harus dilaksanakan, yaitu (i) sosialisasi rencana kegiatan dengan masyarakat dan kelembagaan lokal yang ada, (ii) pemilihan/pengangkatan motivator (key person) desa, dan (iii) penguatan kelompok kerja yang telah ada/pembentukan kelompok kerja baru.
2. Perencanaan
Dalam melakukan perencanaan upaya penanggulangan pencemaran laut berbasis masyarakat ini terdapat tujuh ciri perencanaan yang dinilai akan efektif, yaitu (i) proses perencanaannya berasal dari dalam dan bukan dimulai dari luar, (ii) merupakan perencanaan partisipatif, termasuk keikutsertaan masyarakat lokal, (iii) berorientasi pada tindakan (aksi) berdasarkan tingkat kesiapannya, (iv) memiliki tujuan dan luaran yang jelas, (v) memiliki kerangka kerja yang fleksibel bagi pengambalian keputusan, (vi) bersifat terpadu, dan (vii) meliputi proses-proses untuk pemantauan dan evaluasi.
3. Persiapan Sosial
Untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi masyarakat secara penuh, maka masyarakat harus dipersiapkan secara sosial agar dapat (i) mengutarakan aspirasi serta pengetahuan tradisional dan kearifannya dalam menangani isu-isu lokal yang merupakan aturan-aturan yang harus dipatuhi, (ii) mengetahui keuntungan dan kerugian yang akan didapat dari setiap pilihan intervensi yang diusulkan yang dianggap dapat berfungsi sebagai jalan keluar untuk menanggulangi persoalan lingkungan yang dihadapi, dan (iii) berperanserta dalam perencanaan dan pengimplementasian rencana tersebut.
4. Penyadaran Masyarakat
Dalam rangka menyadarkan masyarakat terdapat tiga kunci penyadaran, yaitu (i) penyadaran tentang nilai-nilai ekologis ekosistem pesisir dan laut serta manfaat penanggulangan kerusakan lingkungan, (ii) penyadaran tentang konservasi, dan (iii) penyadaran tentang keberlanjutan ekonomi jika upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dapat dilaksanakan secara arif dan bijaksana.

5. Analisis Kebutuhan
Untuk melakukan analisis kebutuhan terdapat tujuh langkah pelaksanaannya, yaitu: (i) PRA dengan melibatkan masyarakat lokal, (ii) identifikasi situasi yang dihadapi di lokasi kegiatan, (iii) analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, (iv) identifikasi masalah-masalah yang memerlukan tindak lanjut, (v) identifikasi pemanfaatan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan di masa depan, (vi) identifikasi kendala-kendala yang dapat menghalangi implementasi yang efektif dari rencana-rencana tersebut, dan (vii) identifikasi strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan kegitan.
6. Pelatihan Keterampilan Dasar
Pelatihan keterampilan dasar perlu dilakukan untuk efektivitas upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, yaitu (i) pelatihan mengenai perencanaan upaya penanggulangan kerusakan, (ii) keterampilan tentang dasar-dasar manajemen organisasi, (iii) peranserta masyarakat dalam pemantauan dan pengawasan, (iv) pelatihan dasar tentang pengamatan sumberdaya, (v) pelatihan pemantauan kondisi sosial ekonomi dan ekologi, dan (vi) orientasi mengenai pengawasan dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dan pelestarian sumberdaya.
7. Penyusunan Rencana Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut secara Terpadu dan Berkelanjutan
Terdapat lima langkah penyusunan rencana penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan, yaitu: (i) mengkaji permasalahan, strategi dan kendala yang akan dihadapi dalam pelaksanaan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, (ii) menentukan sasaran dan tujuan penyusunan rencana penanggulangan, (iii) membantu pelaksanaan pemetaan oleh masyarakat, (iv) mengidentifikasi aktivitas penyebab kerusakan lingkungan, dan (v) melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan serta dalam pemantauan pelaksanaan rencana tersebut. 8. Pengembangan Fasilitas Sosial
Terdapat dua kegiatan pokok dalam pengembangan fasilitas sosial ini, yaitu: (i) melakukan perkiraan atau analisis tentang kebutuhan prasarana yang dibutuhkan dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, penyusunan rencana penanggulangan dan pelaksanaan penanggulangan berbasis masyarakat, serta (ii) meningkatkan kemampuan (keterampilan) lembaga-lembaga desa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan langkah-langkah penyelamatan dan penanggulangan kerusakan lingkungan dan pembangunan prasarana.
9. Pendanaan
Pendanaan merupakan bagian terpenting dalam proses implementasi upaya penanggulangan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, peran pemerintah selaku penyedia pelayanan diharapkan dapat memberikan alternatif pembiayaan sebagai dana awal perencanaan dan implementasi upaya penanggulangan. Namun demikian, modal terpenting dalam upaya ini adanya kesadaran masyarakat untuk melanjutkan upaya penanggulangan dengan dana swadaya masyarakat setempat.
Kesembilan proses implementasi upaya penanggulangan pencemaran laut tersebut di atas tidak bersifat absolut, tetapi dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, sumberdaya dan masyarakat setempat, terlebih bilamana di wilayah tersebut telah terdapat kelembagaan lokal yang memberikan peran positif bagi pengelolaan sumberdaya dan pembangunan ekonomi masyarakat sekitarnya.
  • Undang-undang lingkungan hidup
Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Maret 1982. Undang-undang ini berisi 9 Bab terdiri dari 24 pasal. Undang-undang lingkungan hidup bertujuan mencegah kerusakan lingkungan, meningkatkan kualitas lingkungan hidup, dan menindak pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan rusaknya lingkungan.
Undang-undang lingkungan hidup antara lain berisi hak, kewajiban, wewenang dan ketentuan pidana yang meliputi berikut ini.:
  1. Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang balk dan sehat.
  2. Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan
  3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta tersebut diatur dengan perundang-undangan.
  4. Barang siapa yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup atau tercemamya lingkungan hidup diancam pidana penjara atau denda.
Upaya pengelolaan yang telah digalakkan dan undang-undang yang telah dikeluarkan belumlah berarti tanpa didukung adanya kesadaran manusia akan arti penting lingkungan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta kesadaran bahwa lingkungan yang ada saat ini merupakan titipan dari generasi yang akan datang.
Upaya pengelolaan limbah yang saat ini tengah digalakkan adalah pendaurulangan atau recycling. Dengan daur ulang dimungkinkan pemanfaatan sampah, misalnya plastik, aluminium, dan kertas menjadi barang-barang yang bermanfaat.
Usaha lain dalam mengurangi polusi adalah memanfaatkan tenaga surya. Tenaga panas matahari disimpan dalam sel-sel solar untuk kemudian dimanfaatkan dalam keperluan memasak, memanaskan ruangan, dan tenaga gerak. Tenaga surya ini tidak menimbulkan polusi.
Selain tenaga surya, tenaga angin dapat pula digunakan sebagai sumber energi dengan menggunakan kincir-kincir angin.
Di beberapa negara maju telah banyak dilakukan pemisahan sampah organik dan anorganik untuk keperluan daur ulang. Dalam tiap rumah tangga terdapat tempat sampah yang berwarna-warni sesuai peruntukkannya.
  • Pendidikan Lingkungan Hidup: bahan dasar yang dilupakan
Salah satu puncak perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut: Pendidikan lingkungan Hidup (environmental education – EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif, untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru [UN - Tbilisi, Georgia - USSR (1977) dalam Unesco, (1978)]
PLH memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, PLH perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan “kemampuan memecahkan masalah”.
Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini.
  1. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasif,desaingrafis;
  2. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data;
  3. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.
  4. PLH dapat mempermudah pencapaian ketrampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti :
1.       berfikir kritis
2.       berfikir kreatif
3.       berfikir secara integrative
4.       memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :
1. Pilar Ekonomi
Menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan.
2. Pilar Sosial
Menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan.
3. Pilar Lingkungan
Menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati, dan Penataan ruang
Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang ajeg (constant) dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Memandang kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu, bisa menjebak kita ke dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialek tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni: Pengajar, Pelajar atau anak didik, dan Realitas dunia. Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini.
Dengan kata lain, langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan pembebasannya Freire yakni suatu proses yang terus menerus, suatu ?commencement?, yang selalu “mulai dan mulai lagi”, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sehati (inherent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Maka, proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti, mandeg, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat “kesadaran naif” sampai ke tingkat “kesadaran kritis”, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni “kesadarannya kesadaran” (the consice of the consciousness).
Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi ini. Sekitar tahun 1979 ia mengembangkan konsep belajar beralur (flow learning). Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa untuk menyingkronkan proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar.
Pendidikan saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijasah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi.
Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing.
Pada dua tahun terakhir, PLH di Kalimantan Timur sangatlah berjalan perlahan ditengah hiruk pikuk penghabisan kekayaan alam Kaltim. Inisiatif-inisiatif baru bermunculan. Kota Balikpapan memulai, dengan dibantu oleh Program Kerjasama Internasional, lahirlah kurikulum pendidikan kebersihan dan lingkungan yang menjadi salah satu muatan lokal. Diikuti kemudian oleh Kabupaten Nunukan. Sementara saat ini sedang dalam proses adalah Kota Samarinda, Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan. Kesemua wilayah ini terdorong ke arah “jurang” hadirnya muatan lokal beraroma pendidikan lingkungan hidup.
Tak ada yang salah dengan muatan lokal. Namun sangat disayangkan dalam proses-proses yang dilakukan sangat meninggalkan prinsip-prinsip dari Pendidikan Lingkungan Hidup itu sendiri. Nuansa hasil yang berwujud (buku, modul, kurikulum), sangat terasa dalam setiap aktivitas pembuatannya. Perangkat-perangkat pendukung masih sangat jauh mengikutinya. Pendidikan Lingkungan Hidup hari ini, bisa jadi mengulang pada kejadian beberapa tahun yang lalu, ketika PKLH mulai diluncurkan. Statis, monolitik, membunuh kreatifitas. Prasyarat yang belum mencukupi yang kemudian dipaksakan, berakhir pada frustasi berkelanjutan.
Sangat penting dipahami, bahwa pola Cara Belajar Siswa Aktif, Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan berbagai teknologi pendidikan lainnya yang dikembangkan, kesemuanya bermuara pada kapasitas seorang guru. Kemampuan berekspresi dan berkreasi sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Bila tidak, lupakanlah. Demikian pula dengan PLH, sangat dibutuhkan kapasitas guru yang mampu membangitkan kesadaran kritis. Bukan sekedar untuk memicu kreatifitas siswa. Kesadaran kritis inilah yang akhirnya akan tereliminasi disaat PLH diperangkap dalam kurikulum muatan lokal. Siswa akan kembali berada dalam ruang statis, mengejar nilai semu, dan memperoleh pembebanan baru.


2.2        Pemanfaatan Modal sosial
Modal sosial adalah suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai jaringan sosial. Sejak konsepnya dicetuskan, istilah “modal sosial” telah digambarkan sebagai “sesuatu yang sangat manjur” [Portes, 1998:1] bagi semua masalah yang menimpa komunitas dan masyarakat di masa kini.
Sementara berbagai aspek dari konsep ini telah dibahas oleh semua bidang ilmu sosial, sebagian menelusuri penggunaannya di masa modern kepada Jane Jacobs pada tahun 1960-an. Namun ia tidak secara eksplisit menjelaskan istilah modal sosial melainkan menggunakannya dalam sebuah artikel dengan rujukan kepada nilai jaringan. Uraian mendalam yang pertama kali dikemukakan tentang istilah ini dilakukan oleh Pierre Bourdieu pada 1972 (meskipun rumusan jelas dari karyanya dapat ditelusuri ke tahun 1984). James Coleman mengambil definisi Glenn Loury pada 1977 dalam mengembangkan dan mempopulerkan konsep ini. Pada akhir 1990-an, konsep ini menjadi sangat populer, khususnya ketika Bank Dunia mendukung sebuah program penelitian tentang hal ini, dan konsepnya mendapat perhatian publik melalui buku Robert Putnam pada tahun 2000, Bowling Alone.
Beberapa contoh dari modal sosial antara lain adalah POMG (Persatuan Orang tua Murid dan Guru), kepramukaan, dewan sekolah, liga boling, jaringan internet, dan bahkan kelompok-kelompok ekstrem seperti Ku Klux Klan atau kelompok supremasis kulit putih, meskipun kelompok-kelompok ini menciptakan modal sosial yang eksklusif yang dapat menimbulkan akibat yang negatif.
Semua kelompok ini dapat menolong membangun dan menghancurkan masyarakat karena mereka menjembatani atau mengikat perilaku. Bila jumlah interaksi manusia meningkat, orang akan lebih mungkin untuk saling menolong dan kemudian menjadi lebih terlibat secara politik.
Baru-baru ini muncul banyak diskusi tentang komunitas surat listrik dan online dan apakah mereka menolong membangun modal sosial. Sebagian orang berpendapat bahwa mereka memang menjembatani orang tetapi tidak mengikatnya. Perdebatan menarik lainnya di antara para ilmuwan politik berkaitan dengan apakah surat listrik menolong menghasilkan atau mengurangi modal sosial di lingkungan tempat kerja.
Inti dasar pemikiran modal sosial adalah bahwa hubungan atau jaringan sosial mempunyai nilai.  Modal sosial menunjuk pada nilai kolektif dari semua hubungan atau jaringan sosial dan kecenderungan yang timbul dari hubungan atau jaringan ini untuk saling berbuat sesuatu (ada norma hubungan timbal balik).
Modal sosial tak hanya menekankan kehangatan dan rasa menyayangi, tetapi suatu variasi yang luas dari manfaat yang sangat spesifik yang mengalir dari kepercayaan, hubungan timbal balik, informasi dan kerjasama kemitraan dalam hubungan atau jaringan kerja sosial. Modal sosial menciptakan nilai untuk masyarakat yang terhubungkan (termasuk yang tak terlibat kecuali sekadar menjadi penonton). Modal sosial, menunjuk pada institusi, hubungan dan norma yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial suatu masyarakat. Peningkatan bukti menunjukkan bahwa kohesi/kepaduan sosial begitu pentingnya bagi masyarakat dalam ikhtiar pemakmuran ekonomi dan keberlanjutan pengembangannya. Modal sosial bukan sekadar penjumlahan institusi yang menyokong sebuah masyarakat, lebih dari itu, ia adalah perekat yang mengikat mereka secara bersama.
Modal sosial berlangsung melalui: aliran informasi (contoh pembelajaran keahlian kerja, pertukaran ide di kampus dsb), norma hubungan timbal balik atau kerjasama mutual (menghubungkan masyarakat sejenis yang berlangsung terus menerus), tindakan kolektif (contoh peran yang dimainkan gereja kaum hitam dalam memperjuangkan hak-hak sipil), solidaritas yang didukung hubungan sosial yang menerjemahkan mentalitas “Aku” menjadi mentalitas “Kami”.
Contoh modal sosial dalam kehidupan sehari-hari: masyarakat tingkat Rukun Tetangga di sebuah pemukiman yang secara informal mengawasi rumah tetangganya ketika musim mudik Lebaran, ini adalah modal sosial yang dilakukan dalam bentuk tindakan. Atau saat kebakaran melanda pasar Tanah Abang, Jakarta, paguyuban keluarga Minang misalnya, membuka Pos Kemanusiaan (sekaligus pos pemulihan ekonomi) bagi pedagang korban kebakaran asal Minang atau orang Minang.
Dusun Poton, sebuah kampung di pinggiran kota Yogyakarta, juga menunjukkan contoh andil modal sosial dalam mengentaskan kemiskinan. Seorang janda tua, Mbok Kromo (70), asalnya seorang tunawisma. Suaminya yang buruh tani meninggal tanpa mewariskan harta apapun. Anaknya meninggal pula ketika masih bayi karena sakit yang tidak terobati. Mbok Kromo, janda rabun yang sedang menderita sakit ini, dalam perjalanan mencari persinggahan terakhir tiba di dusun Poton dan mendapat sambutan yang ramah dari warga Poton. Warga memberinya tanah, bergotong-royong membangunkan gubuk. Sebenarnya, sebagai janda tua dan rabun, ia punya potensi kuat menjadi pengemis, tetapi sikap beradab warga dusun Poton mendorongnya menunjukkan kemampuannya bekerja – semampunya, bukan tercampak menadahkan tangan di jalanan.
Contoh modal sosial lainnya dapat ditemukan dalam jaringan pertemanan, pertetanggaan, masjid, sekolah, asosiasi warga masyarakat, klub beladiri dan sebagainya. Motto “di mana setiap orang tahu nama anda” menangkap satu aspek penting dari modal sosial. Dampak modal sosial memberi efek pada transaksi ekonomi, produksi, loyalitas dan kesediaan untuk menanggung resiko bahkan bencana yang besar.
Modal sosial selain mempunyai sisi positif juga memiliki sisi negatif. Modal sosial dapat menjadi suatu perangkap dan alat yang berpengaruh kuat terhadap terjadinya ketidakmajuan bahkan pemiskinan seseorang atau sekelompok orang. Modal sosial dapat menjadi suatu pembatas sosial bagi seseorang untuk keluar atau masuk dari suatu kelompok. Kegiatan-kegiatan kolusi dan nepotisme pun seringkali lahir karena orang cenderung menggunakan relasi-relasi primordial. Sisi negatif lain dari modal sosial adalah biaya. Biaya-biaya ini merupakan konsekuensi dari pemeliharaan kebersamaan dan ikatan dalam kelompok. Dalam kasus-kasus tertentu seperti sindikat mafia, biaya yang harus ditanggung bahkan berupa nyawa atas kesetiaan terhadap kelompok. Sisi gelap modal sosial juga ditujukan pada kelompok atau jaringan yang punya tujuan yang berlawanan dengan tujuan masyarakat umum (contoh kartel narkoba, sindikat penipuan dsb)
  • Modal Sosial Sebagai Perekat Kehidupan Bermasyarakat
Dalam pandangan ilmu ekonomi, modal adalah segala sesuatu yang dapat menguntungkan atau menghasilkan, modal itu sendiri dapat dibedakan atas (1) modal yang berbetuk material seperti uang, gedung atau barang; (2) modal budaya dalam bentuk kualitas pendidikan; kearifan budaya lokal; dan (3) modal sosial dalam bentuk kebersamaan, kewajiban sosial yang diinstitusionalisasikan dalam bentuk kehidupan bersama, peran, wewenang, tanggungjawab, sistem penghargaan dan keterikatan lainnya yang menghasilkan tindakan kolektif.
Menurut James Colement (1990) modal sosial merupakan inheren dalam struktur relasi antarindividu. Struktur relasi membentuk jaringan sosial yang menciptakan berbagai ragam kualitas sosial berupa saling percaya, terbuka, kesatuan norma, dan menetapkan berbagai jenis sangsi bagi anggotanya.
Putnam (1995) mengartikan modal sosial sebagai “features of social organization such as networks, norms, and social trust that facilitate coordination and cooperation for mutual benefit”. Modal sosial menjadi perekat bagi setiap individu, dalam bentuk norma, kepercayaan dan jaringkerja, sehingga terjadi kerjasama yang saling menguntungkan, untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial juga dipahami sebagai pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki bersama oleh komunitas, serta pola hubungan yang memungkinkan sekelompok individu melakukan satu kegiatan yang produktif. Hal ini sajalah pula dengan apa yang dikemukakan Bank Dunia (1999) modal sosial lebih diartikan kepada dimensi institusional, hubungan yang tercipta, norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial pun tidak diartikan hanya sejumlah institusi dan kelompok sosial yang mendukungnya, tapi juga perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok sebagai suatu kesatuan.
Menurut Lesser (2000), modal sosial ini sangat penting bagi komunitas karena (1) memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi angota komunitas; (2) menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas; (3) mengembangkan solidaritas; (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6) membentuk perilaku kebersamaam dan berorganisasi komunitas. Modal sosial merupakan suatu komitmen dari setiap individu untuk saling terbuka, saling percaya, memberikan kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk berperan sesuai dengan tanggungjawabnya. Sarana ini menghasilkan rasa kebersamaan, kesetiakawanan, dan sekaligus tanggungjawab akan kemajuan bersama.
Manusia belum disebut manusia yang sebenarnya, bila ia tidak ada dalam suatu masyarakat, karena itu pula maka manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia pada dasarnya tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhannya dengan baik tanpa hidup bermasyarakat. Sejak lahir, manusia membutuhkan pertolongan manusia lain, sampai dewasa dan meninggal (dan dikubur), ia pun tetap membutuhkan manusia lain. Kemandirian manusia tidak diartikan sebagai hidup sendiri secara tunggal, tapi hidup harmonis dan adaptif dalam tatanan kehidupan bersama. Seperti yang dikemukakan oleh Fairchild (1980) masyarakat merujuk pada kelompok manusia yang memadukan diri, berlandaskan pada kepentingan bersama, ketahanan dan kekekalan/kesinambungan.
Kebersamaan, solidaritas, toleransi, semangat bekerjasama, kemampuan berempati, merupakan modal sosial yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Hilangnya modal sosial tersebut dapat dipastikan kesatuan masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau paling tidak masalah-masalah kolektif akan sulit untuk diselesaikan. Kebersamaan dapat meringankan beban, berbagi pemikiran, sehingga dapat dipastikan semakin kuat modal sosial, semakin tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas kehidupan suatu masyarakat. Tanpa adanya modal sosial, masyarakat sangat mudah diintervensi bahkan dihancurkan oleh pihak luar.
Ismail Serageldin memberikan klasifikasi modal sosial antara lain:
  • Modal sosial dalam bentuk interaksi sosial yang tahan lama tetapi hubungan searah, seperti pengajaran dan perdagangan sedang interaksi sosial yang hubungannya resiprokal (timbal balik) seperti jaringan sosial dan asosiasi.
  • Modal sosial dalam bentuk efek interaksi sosial lebih tahan lama dalam hubungan searah seperti kepercayaan, rasa hormat dan imitasi sedang dalam bentuk hubungan timbal balik seperti gosip, reputasi, pooling, peranan sosial dan koordinasi, semua ini mengandung nilai ekonomi yang tinggi.

Modal sosial untuk kasus lingkungan hidup dapat dibagi menjadi 2 secara garis besar, yaitu antara lain :
  • Modal Intelektual
Mencakup kecerdasan atau ide-ide yang dimiliki manusia untuk mengartikulasikan sebuah konsep atau pemikiran. Dengan modal intelektual dapat melahirkan sebuah ide atau jalan keluar untuk penyelesaian kasus lingkungan hidup di Indonesia. Seperti menciptakan inovasi dalam pelestarian lingkungan hidup.
  • Modal finansial
Modal finansial adalah sejumlah uang yang dapat dipergunakan untuk membeli fasilitas dan sarana yang diperlukan untuk menanggulangi kasus lingkungan hidup. Tanpa adanya modal finansial kasus penyalahgunaan obat menjadi lambat dalam penanganannya. Pemberdayaan lingkungan hidup, semua itu dapat terealisasi karena adanya modal finansial yang menunjangnya.
2.3        Pemanfaatan Institusi Sosial
  • Organisasi Masyarakat




1)   Greenpeace
Greenpeace sebagai organisasi yang memperjuangkan kelestarian lingkungan dan perdamaian sejak tahun 1971 tidak diragukan lagi eksistensinya di dunia. Di mana ada kerusakan lingkungan, di situlah Greenpeace hadir menjadi saksi mata bagi dunia.
Greenpeace berhasil mengubah kebijakan pemerintahan dunia dari yang tidak berpihak pada pelestarian lingkungan dan perdamaian menjadi kebijakan yang pro-lingkungan dan perdamaian. Tonggak keberhasilan Greenpeace pertama adalah menjadi saksi dari percobaan nuklir Amerika Serikat di Amchitka Island, Alaska dan aksi Greenpeace mampu mengubah kebijakan AS. Pemerintah AS menghentikan percobaan senjata nuklir dikawasan itu dan menetakan kawasan itu sebagai kawasan lindung untuk burung-burung.
2)   Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) adalah organisasi lingkungan hidup yang independen, non-profit dan terbesar di Indonesia. WALHI hadir di 26 propinsi dengan 436 organisasi anggota. WALHI merupakan forum kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari organisasi non-pemerintah (Ornop/NGO), Kelompok Pecinta Alam (KPA) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang didirikan pada tanggal 15 Oktober 1980 sebagai reaksi dan keprihatinan atas ketidakadilan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan sumber-sumber kehidupan, sebagai akibat dari paradigma dan proses pembangunan yang tidak memihak keberlanjutan dan keadilan. WALHI melakukan kampanye internasional bersama berbagai jaringan internasional lainnya yang memiliki keprihatinan yang sama terhadap ketidakadilan lingkungan hidup. Salah satunya dengan menjadi anggota Friends of the Earth International (FoEI) – federasi lingkungan hidup sedunia dengan 71 organisasi anggota di 70 negara, dan memiliki lebih dari satu juta anggota individu.
3)   Tunas Hijau
TUNAS HIJAU ialah organisasi lingkungan hidup non-profit, kids & young people do actions for a better earth yang bermarkas di Surabaya. TH berawal dari pengiriman 5 orang Pramuka dari Jawa Timur ke Australia Maret 1999. Sejak itu, TH terus konsisten dalam melakukan upaya-upaya sederhana dan nyata untuk membantu lingkungan hidup menjadi lebih baik.
terbukti, dengan kekonsistenan tersebut melalui masyarakat, TH menerima Surabaya Academy Award 2004 dalam bidang lingkungan hidup. Pada SAA 2004 ini TH ialah organisasi lingkungan hidup pertama yang mendapatkannya. TH juga mendapatkan Delta FM Surabaya Award 2005 untuk kategori lingkungan hidup dari Radio Delta FM Surabaya.
4)   WARSI
WARSI adalah sebuah jaringan organisasi yang didirikan pada Januari 1992, dengan keanggotaan terdiri dari dua belas LSM dari empat provinsi di Sumatra (Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu dan Jambi), yang fokus adalah konservasi keanekaragaman hayati dan pengembangan masyarakat. Tapi sejak Juli 2002, WARSI telah diubah menjadi Komunitas Konservasi Indonesia – WARSI. Nama baru ini bertujuan untuk menciptakan pembenaran jelas dari apa WARSI telah berperang karena adalah konservasi. WARSI bekerja sama dan memelihara dialog dengan sejumlah pihak yang berbeda terhubung dengan konservasi dan pembangunan di empat provinsi di Sumatera selatan, termasuk Perencanaan Regional Authority (Bappeda), Badan Konservasi Alam (PHPA), perguruan tinggi, lembaga-lembaga swasta dan lainnya kelompok yang bersangkutan. WARSI juga tidak terbatas pada LSM tapi terbuka untuk profesional dan guru serta kelompok lain yang tertarik untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatannya. WARSI dibentuk dengan tujuan untuk bekerja ke arah mewujudkan pembangunan berkelanjutan, atau, dengan kata lain, pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan dan menjamin kesejahteraan dan kesejahteraan masyarakat di masa sekarang, tanpa membahayakan kelangsungan generasi mendatang. Di masa depan, peran WARSI informasi sebagai clearing house konservasi terkait tidak akan terbatas pada segmen tertentu dari masyarakat dan organisasi telah menjadi bagian dari jaringan WARSI, tetapi juga akan menjangkau LSM dan kelompok masyarakat lain di luar Sumatera Selatan. Dalam tahun-tahun mendatang, WARSI berharap untuk terlibat dengan lebih banyak organisasi dan kelompok lainnya dan memiliki anggota lebih dari jaringannya, jadi mereka kelompok swasta atau individu, lembaga pendidikan tinggi atau lembaga pemerintah, sementara pada saat yang sama menjadi lebih baik dilengkapi dan informasi. Lebih
5)   Laboratorium Pembangunan dan Lingkungan
Laboratorium Pembangunan dan Lingkungan, disingkat sebagai Lablink, didirikan pada tanggal 1 Januari 2000, di Bandung.
Lablink adalah lembaga riset dan konsultasi non-pemerintah, non-profit, bebas (independent), tidak partisan, tidak berafiliasi dengan partai manapun. Kegiatan utama Lablink adalah melakukan pengkajian lingkungan, dan pembangunan
  • Organisasi Swasta
1)   Lembaga Swadaya Masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non pemerintah (disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggris: non-governmental organization; NGO). Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan.
v Peran LSM dalam kasus penyalahgunaan narkoba :
a)   Aktif dalam memberikan informasi kepada penyidik tentang terjadinya penyalahgunaan Narkoba di masyarakat.
b)   Kemitraan dengan instansi Pemerintah terkait termasuk Polri dalam melaksanakan kegiatan pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
c)   Membentuk pusat-pusat konseling dan panti rehabilitasi Narkoba.
2)   Organisasi donor, adalah organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan ornop lain.
3)   Organisasi mitra pemerintah, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam menjalankan kegiatanya.
4)   Organisasi profesional, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti ornop pendidikan, ornop bantuan hukum, ornop jurnalisme, ornop kesehatan, ornop pengembangan ekonomi dll.
5)   Organisasi oposisi, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Ornop ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan pemerintah
6)   Yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN) adalah yayasan yang terus menerus dari kelompok yang disebut kawula Muda Kreatif (KMK) yang memiliki reputasi besar di zamannya. KMK itu pada dasarnya muncul dari ide-ide cemerlang pekerja sosial khususnya terhadap kehidupan generasi muda yang telah lulus dari sekolah dasar, sekolah menengah, dan bahkan universitas yang belum mendapat pekerjaan karena persaingan sangat ketat. Sejak didirikan pada tahun 1995, KMK pada awalnya mengelola usaha unggas yang dibantu oleh Yayasan Mitra Tani Yogyakarta. Akibatnya, karena perawatan penuh dengan kehidupan generasi muda, KMK akhirnya mencapai besar menanggapi dan mendukung tidak hanya dari tingkat masyarakat tetapi juga dari pemerintah. Berikut adalah beberapa prestasi yang didapatkan oleh KMK sebagai kelompok pekerja sosial:
  • Sebagai pelopor pembangunan
  • Sebagai kelompok terbaik di bidang pengembangan agribisnis unggas di tingkat Propinsi Jawa Timur.
  • Sebagai kelompok kedua terbaik di bidang pengembangan agribisnis unggas di tingkat nasional. Dengan perawatan dan kejujuran sebagai dasar yayasan ini, sejumlah lembaga yang pernah bergabung dengan yayasan ini adalah sebagai berikut:
    • Departemen Unggas.
    • Departemen Pertanian.
    • Departemen Kehutanan.
    • IGGI melalui Yayasan Mitra Tani.
7)   Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI)
Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) adalah lembaga nirlaba non-pemerintah yang didirikan untuk memfasilitasi berbagai upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia secara berkelanjutan lewat kerjasama dengan berbagai pihak. KEHATI yang didirikan pada 12 Januari 1994 oleh Prof. Emil Salim mendorong adanya sinergi diantara pemangku kepentingan keanekaragaman hayati di Indonesia melalui kegiatan informasi, edukasi, riset, pemanfaatan berkelanjutan serta kampanya publik. Saat ini, KEHATI bekerjasama dengan para mitranya untuk melakukan kegiatan konservasi di Aceh, Derawan, Kalimantan Timur, Ekosistem Air Hitam, Kalimantan Tengah, Jogjakarta, Bengkulu, Bali, Sumba, Maluku, Papua, disamping kemitraan untuk mengantisipasi dampak dari pemanasan global.
8)   LINGKUP – Yayasan Lingkar Lingkungan Hidup Indonesia Sebuah LSM Yogyakarta yang memperjuangkan demokratisasi lingkungan hidup. Tersedia profil serta makalah-makalah pilihan yang terkait dengan pengembangan wacana lingkungan hidup.
LSM yang bergerak di bidang sosial dan studi pemantauan lingkungan, khususnya pemantauan lingkungan di Sumatera Utara. Tersedia presentasi LSPL dan berbagai artikel.
Lembaga kerjasama Instansi Kerjasama Teknis Jerman (GTZ) – Departemen Kehutanan Indonesia, memantau titik api di Kalimantan dengan satelit NOAA, membina masyarakat sekitar hutan, memberi pelatihan kepada dosen dan pegawai negeri perihal kebakaran.
LSM yang bergerak di bidang pemantauan kegiatan pertambangan. Presentasi, links dan milis.
Yayasan yang bergerak di bidang konservasi penyu. Tersedia presentasi yayasan dan kegiatannya, referensi mengenai penyu dan informasi.
LSM Bogor yang mempromosikan kebijakan dan praktek-praktek pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik.
Bergerak dalam bidang kegiatan konservasi gua dan kawasan karst (batugamping).
Mengupayakan peningkatan kualitas pengelolaan sumberdaya alam Indonesia melalui program pengkajian dan perumusan kebijakan, pemberdayaan masyarakat dan penyebarluasan informasi. Tersedia daftar publikasi.
Mengembangkan kawasan ekowisata di Sumatera dengan berpihak kepada masyarakat kecil pedesaan. Tersedia profil.
Pengelolaan wilayah pesisir berdimensi kerakyatan di Sulawesi Utara. Tersedia profil serta presentasi program yang dijalankan.
2.4        Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial
v Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:
  • Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
    • Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan.
    • Membangun hubungan interdependensi antar daerah.
    • Menetapkan pendekatan kewilayahan.
Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :


  1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
1. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
2. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
3. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
4. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.
  • Global Warming dan Peran Bank Syariah
Isu Global Warming dewasa ini adalah isu kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup yang berakibat pada pemanasan global sendiri timbul karena adanya efek rumah kaca karena panas matahari terperangkap di atmosfir bumi oleh beberapa gas penangkap panas. Salahsatunya yaitu karbondioksida yang dihasilkan oleh bahan bakar kendaraan bermotor berbahan bakar fosil, pembangkit listrik dan kebakaran hutan. Kaitan isu Global Warming dengan Indonesia karena Indonesia sebagai Negara yang memiliki kawasan hutan terluas yang berfungsi sebagai paru-paru dunia sehingga para penghuni bumi dibanyak Negara sangat berkepentingan dengan hutan kita. Namun pada kenyataannya sampai saat ini Indonesia tidak mampu menyelesaikan kasus Illegal Logging yang makin hari makin kritis.
Persoalan lingkungan hidup ini pada umumnya dikaitkan dengan peran industri besar. Pertama, karena industri besar itu lebih Nampak di mata masyarakat karena iklan dan adpertensi maka sensitivitas masyarakat lebih gampang terkait dengan industri besar. Kedua, dampak industri besar lebih hebat dan sangat sulit diatasi. Ketiga, Dunia bisnis dalam skala besar diasosiasikan dengan kekuatan besar dimata pemerintah dan masyarakat.
Di Indonesia sejak pembangunan pada dasawarsa tahun ‘70an pembangunan diasosiasikan dengan bisnis besar. Industri yang mempelopori perkembangan bisnis adalah penebangan kayu hutan karena merupakan andalan ekspor. Selain minyak, pertambangan seperti timah, batu bara dan aluminium yang melibatkan dana modal asing. Isu terpanas baru-baru ini aksi Green Peace di Semenanjung Kampar, Riau telah menimbulkan ledakan masalah lingkungan hidup yang besar.
Pertanyaanya adalah apakah industri besar adalah sumber satu-satunya masalah lingkungan hidup? Industri besar memang merupakan sumber utama masalah lingkungan secara langsung ataupun tidak langsung sebagai dampak pembuangan produknya. Industri merupakan sumber utama berbagai pencemaran seperti polusi udara, air, sampah, pestisida kimiawi.
Nah, disinilah peran Bank Syariah menjadi penting dalam persoalan Global Warming karena pembiayaan yang memprioritaskan kepada konglomerasi atau industri besar, maka ada sebuah kewajiban moral bagi Bank Syariah untuk memilih dan memilah mana industri besar yang ramah terhadap lingkungan hidup sebagai skala prioritas dan menjauhkan diri, sejauh-jauhnya terhadap industri besar yang membuat kerusakan dimuka bumi. Hal ini didasarkan pada Surat ar-Rum ayat 41.
Telah ditampakkan kerusakan di darat dan di laut karena ulah manusia, supaya Alloh merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.’
Ayat di atas melegitimasikan bahwa manusia memiliki kecenderungan membuat kerusakan dimuka bumi. Sekalipun demikian Islam melakukan koreksi terhadap perilaku dunia bisnis dalam hal lingkungan hidup. Itulah sebabnya patut menjadi perhatian tentang dua hal. Pertama, di era sekarang ini Bank Syariah patut mendorong umat agar lebih aktif berperan serta dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi demi kemajuan umat. Kedua, Bank Syariah juga harus berperan lebih giat dalam kampanye lingkungan hidup yang akan memiliki dampak kepada kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia.
Langkah selanjutnya persoalan lingkungan hidup menjadi perlu ditransformasikan ke dalam kaidah-kaidah manajemen Bank Syariah dengan bahasa manajemen. Masalah lingkungan bukan semata-mata komitmen moral bagi Bank Syariah tapi dapat dilaksanakan secara operasional keberpihakan pada nilai-nilai universal menjaga bumi agar tetap lestari.



  • Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam, agar lingkungan tetap lestari, harus diperhatikan tatanan/tata cara lingkungan itu sendiri. Dalam hal ini manusialah yang paling tepat sebagai pengelolanya karena manusia memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan organisme lain. Manusia mampu merombak, memperbaiki, dan mengkondisikan lingkungan seperti yang dikehendakinya, seperti:
  1. Manusia mampu berpikir serta meramalkan keadaan yang akan datang
  2. Manusia memiliki ilmu dan teknologi
  3. Manusia memiliki akal dan budi sehingga dapat memilih hal-hal yang baik.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup.
Pengelolaan ini mempunyai tujuan sebagai berikut.
  1. Mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya.
  2. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
  3. Mewujudkan manusia sebagai pembina lingkungan hidup.
  4. Melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.
Melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Melalui penerapan pengelolaan lingkungan hidup akan terwujud kedinamisan dan harmonisasi antara manusia dengan lingkungannya.

2.5        Kerjasama dan jaringan
  • Kerja sama lingkungan dengan EU
Dalam 30 tahun terakhir, EU telah mengimplementasikan kebijakan lingkungan yang lengkap. Kebijakan ini didasarkan pada pandangan bahwa polusi merupakan fenomena antar perbatasan, dan bahwa peraturan supranasional diperlukan untuk mengatasi masalah lingkungan bersama di berbagai area.
Perjanjian EEA menyertakan kerja sama yang beragam dalam sektor lingkungan. Sesuai dengan ketetapan dalam Perjanjian tersebut, Norway diharuskan untuk menuruti sebagian besar peraturan lingkungan yang dikeluarkan oleh EU. Peraturan umum Eropa diperkenalkan dalam berbagai area, termasuk zat kimia, udara, limbah pembuangan, dan air. Perjanjian EEA tidak mencakup permasalahan yang berhubungan dengan manajemen sumber daya alam atau pelestarian peninggalan budaya.
Mekanisme pendanaan EEA terdiri dari aspek penting dari kerja sama lingkungan Norway dengan EU. Dalam lima tahun terakhir, Norway telah memberikan kontribusi bantuan dana sebesar 1,9 milyar NOK per tahun – khususnya untuk 10 anggota baru. Dana ini digunakan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi dalam wialayh EU, dan isu lingkungan hidup telah menjadi fokus utama.


  • Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan biologi yang sangat beragam, dengan hutan tropis yang memainkan peran penting dalam iklim global. Sumber daya alam negara ini berada dalam tekanan yang berat, dan banyak tantangan yang dihubungkan dengan penerapan skema manajemen sumber daya alam.
Tujuan dari kerja sama regional adalah menghasilkan rencana kerja untuk manajemen lingkungan dan sumber daya alam yang menggunakan pendekatan ekosistem sebagaimana dijelaskan dibawah CBD.
  • Afrika Selatan
Kerja sama lingkungan hidup dengan Afrika Selatan dimulai pada tahun 1996. Kerja sama jangka panjang dalam kebijakan lingkungan hidup merupakan hal yang sangat penting ditengah peran kebijakan negara dalam wilayah regional, serta statusnya sebagai negara berkembang. Kerja sama dijaga melalui dialog politik dan proyek bersama. Perjanjian kerja sama ketiga ditandatangani pada bulan Desember 2005, dan per tahunnya sekitar 10 juta NOK dialokasikan untuk program ini. Aspek utama termasuk kerja sama mencakup dukungan untuk penerapan konvensi lingkungan hidup global untuk memungkinkan Afrika Selatan memenuhi komitmennya dan meneruskan peran aktifnya untuk mengembangkan konvensi ini. Elemen penting lainnya dari program tersebut mencakup mempromosikan kerja sama antara institusi Norwegia dengan Afrika Selatan, meningkatkan kerja sama regional dan meningkatkan partisipasi lembaga non-pemerintah.
Dalam beberapa tahun mendatang, area yang akan menjadi fokus adalah:
-·Pengurangan polusi
-·Perlindungan keragaman biologi
-·Good governance dalam sektor lingkungan hidup
  • Cina
Kerja sama lingkungan hidup dengan Cina dimulai pada tahun 1995-1996. Tujuan dari kerja sama bilateral ini mencakup menciptakan dialog berkesinambungan tentang tantangan kebijakan lingkungan hidup dan mendukung tindak lanjut Cina untuk mencapai komitmen internasionalnya. Di masa mendatang, fokus kerja sama adalah iklim dan pembuangan zat yang berbahaya bagi lingkungan, serta keragaman biologi serta polusi air dan udara. Kerja sama ini melibatkan institusi dan kegiatan pembangunan kapasitas, serta kolaborasi dengan Innovation Norway untuk mempromosikan teknologi lingkungan hidup Norwegia. Posisi baru sebagai penasehat lingkungan hidup telah dibuka di kedutaan besar di Beijing, bertanggung jawab untuk menindaklanjuti kerja sama lingkungan bilateral antara Norway dan Cina, serta kerja sama pembangunan yang berfokus pada lingkungan hidup.
  • Komisi Kerjasama Internasional Lingkungan Hidup Dan Perkembangan Tiongkok
Tahun 1992, pemerintah Tiongkok menyesahkan pendirian komisi kerjasama internasional lingkungan hidup dan perkembangan Tiongkok(disingkat sebagai KKI), KKI adalah badan konsultasi internasional tingkat tinggi, ketuanya dijabat oleh pemimpin Dewan Negara Rebuplik RAkyat Tiongko(ketua kini Zeng Peiyan, wakil Perdana Menteri Tiongkok). Tanggung jawabnya adalah mengajukan usul kebijakan bertujuan dengan masalah yang penting dan urgen dalam lingkungan hidup dan perkembangan Tiongkok. Anggotanya terdiri dari menteri atau wakil menteri kementerian Tiongkok, pakar terkenal di bidang pelesatrian lingkungan hidup, serta menteri negara lain dan pemimpin organisasi internasional.
  • PIA
PIA atau Pusat Informasi Aktif adalah wadah komunikasi bagi Lembaga Swadaya Masyarakat, pemerhati lingkungan, dan pelaku pendidikan lingkungan hidup di Jawa Timur. PIA dibentuk untuk mengaktifkan komunikasi antar pelaku dan pemerhati Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) di Jawa Timur.
Ruang lingkup kerja PIA adalah di Seluruh Jawa Timur. Namun PIA juga berkewajiban mempromosikan dan menghubungkan para peserta Pendidikan Lingkungan Hidup di Jawa Timur dengan pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup di seluruh Indonesia. Diharapkan dengan pertukaran informasi, pelaku PLH di tanah air dapat mengetahui isu-isu lingkungan dan kegiatan penggiat PLH di Jawa Timur.
  • Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan DPP
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) mengadakan acara penanaman pohon di Kawasan Berikat Nusantara, Cakung dan dilanjutkan dengan pencanangan kader Pekerja Peduli Lingkungan yang akan dilakukan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nabiel Makarim dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jacob Nuwa Wea.
Tujuan dari kerjasama ini adalah:
  1. Mendorong dan meningkatkan kepedulian masyarakat pekerja (dan lainnya) terhadap komitmen pelestarian lingkungan yang dimulai dengan kegiatan penanaman pohon
  2. Menghijaukan kota sebagai bagian dari usaha mengatasi pencemaran lingkungan dan mencegah bencana banjir.
Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk memfasilitasi aspirasi masyarakat pekerja (SPSI) untuk menghijaukan lingkungan Kawasan Berikat Nusantara (KBN) mengingat KBN merupakan kawasan industri sehingga suasana lingkungan yang hijau diharapkan mampu mendorong motivasi kerja para pekerjanya untuk lebih produktif.
Kegiatan ini merupakan cerminan dari peran aktif masyarakat pekerja sebagai mitra KLH dalam melaksanakan kegiatan pelestarian lingkungan. Ini merupakan wujud dari komitmen pembangunan lingkungan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
  • Indonesia Kerja Sama Lingkungan dengan Finlandia
Pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian kerja sama dengan pemerintah Finlandia, tentang lingkungan dan antisipasi perubahan lingkungan sebagai tindak lanjut konferensi internasional tentang perubahan iklim di Bali pada 2007. Perjanjian kerja sama antara dua negara tersebut ditandatangani oleh Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar dan rekannya dari Finlandia, Paavo Vayrynen, di Istana Merdeka Jakarta, Senin (18/2). “Kerja sama terkait isu perubahan iklim merupakan tindaklanjut dari pertemuan di Bali beberapa waktu lalu,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi pers bersama Presiden Finlandia Tarja Halonen usai menyaksikan penandatanganan perjanjian tersebut. Presiden Yudhoyono menambahkan, sebelumnya antara Indonesia sudah menjalin kerjasama dengan Finlandia di bidang kehutanan dan lingkungan. Dengan penandatanganan itu, Presiden mengharapkan kerjasama akan semakin baik. Sementara itu Presiden Finlandia Tarja Halomen mengatakan, hubungan kerjasama antara kedua negara akan semakin meningkat. “Konferensi di Bali bagi kami adalah suatu hal yang baik dan saya berharap kita dapat menentukan langkah-langkah kerjasama dalam program pembangunan yang berkelanjutan,” tegasnya. Kerja sama antara Indonesia dan Finlandia yang baru saja ditandatangani antara lain menyepakati suatu upaya bersama untuk mengurangi efek gas rumah kaca dalam penanganan pemanasan global. Juga dibahas mengenai pengembangan kerjasama yang sudah terjalin dalam bidang kehutanan termasuk dalam pembagian pengalaman dalam pengusahaan hutan. Kedua negara juga menyetujui bahwa ada keterkaitan antara perubahan iklim, ketersediaan energi, keberlanjutan hutan, pembangunan berlanjut dan kemiskinan. Indonesia dan Finlandia menyetujui pentingnya kerja sama antarnegara untuk menyeimbangkan usaha untuk menangani perubahan iklim, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Pembentukan manajemen kehutanan yang berlanjut, pembangunan komunitas berbasis kehutanan, kerja sama penanganan perubahan iklim global merupakan sejumlah aktivitas yang akan dikembangkan berdasarkan kerja sama tersebut.
  • Jejaring Kerjasama Aisyiyah
Sejak berdiri, ‘Aisyiyah telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negri. Pada masa pergerakan nasional, kerjasama lebih ditujukan untuk menjalin semangat persatuan guna perjuangan untuk melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Pada tahun 1928, ‘Aisyiyah menjadi salah satu pelopor berdirinya badan federasi organisasi wanita Indonesia yang sekarang dikenal dengan nama Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Beberapa lembaga baik semi pemerintah maupun non pemerintah yang pernah menjadi mitra kerja ‘Aisyiyah dalam rangka kepentingan sosial bersama antara lain : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Peningkatan Peranan Wanita untuk Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Yayasan Sayap Ibu, Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di samping itu, ‘Aisyiyah juga melakukan kerjasama dengan lembaga luar negri dalam rangka kesejahteraan sosial, program kemanusiaan, sosialisasi, kampanye, seminar, workshop, melengkapi prasarana amal usaha, dan lain-lain. Di antara lembaga luar negri yang pernah kerjasama dengan ‘Aisyiyah adalah : Oversea Education Fund (OEF), Mobil Oil, The Pathfinder Fund, UNICEF, UNESCO, WHO, John Hopkins University, USAID, AUSAID, NOVIB, The New Century Foundation, The Asia Foundation, Regional Islamic Of South East Asia Pasific, World Conference of Religion and Peace, UNFPA, UNDP, World Bank, Partnership for Governance Reform in Indonesia, beberapa Kedutaan Besar Negara sahabat, dan lain-lain.
  • BNI Kerjasama dengan WWF Indonesia
BNI menjalin kerjasama dengan WWF Indonesia dalam bidang penyediaan produk dana perbankan, antara lain penyediaan layanan integrated cash management, layanan penyimpanan dan pengelolaan dana (deposit on call, money market account, dan deposito baik Rupiah maupun valuta asing), dana pensiun, payroll gaji, corporate credit card, dan produk dan jasa perbankan lainnya. WWF – Indonesia merupakan salah satu lembaga di bawah payung WWF Internasional yang mempunyai tujuan dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan generasi masa kini dan masa mendatang.
Kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Krishna Suparto, Direktur Korporasi BNI, dengan Kemal Stamboel, Charmain Board Yayasan WWF Indonesia, di sela acara World Ocean Conference (WOC) 2009, di Manado (13/5).
Selain kerjasama layanan perbankan, BNI juga menjalin kerjasama dengan WWF Indonesia untuk mendukung kegiatan konservasi  lingkungan hidup terutama untuk penyelematan terumbu karang, perikanan dan spesies laut terancam punah lainnya.  Bentuk kerjasamanya, antara lain pengelolaan kemitraan dan bina lingkungan bagi masyarakat nelayan pesisir dalam menerapkan kaedah praktik perikanan berkelanjutan, dan pembiayaan kegiatan konservasi lingkungan dari point reward pemegang kartu kredit BNI.
Menurut Krishna, kerjasama dengan WWF untuk mendukung program konservasi lingkungan dan kerjasama pemberian fasilitas produk dan jasa perbankan ini merupakan salah satu komitmen BNI untuk menjalankan bisnis perbankan yang tetap memperhatikan pada pembangunan ekonomi yang bersifat berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. ”BNI menilai bahwa terpeliharanya kelestarian lingkungan, termasuk dengan menjaga kelangsungan hidup spesies laut dan terumbu karang merupakan prinsip bisnis yang memberikan manfaat dan keuntungan bersama dan berkelanjutan dalam jangka panjang sehingga dinikmati oleh generasi yang akan datang,” kata Krishna.
BNI, Official Bank WOC 2009 BNI telah ditunjuk sebagai official bank World Ocean Conference (WOC) 2009. Kepercayaan ini semakin memperkuat posisi BNI sebagai transactional banking dengan jaringan internasional, dan tetap menjadi pelopor konsep green banking dalam memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dalam menjalankan bisnisnya. BNI merupakan lembaga keuangan pertama dari Indonesia yang tercatat sebagai anggota Unites Nation Environment Programme Finance Initiative (UNEP FI) sejak 2005 lalu. Tahun lalu, BNI juga ditunjuk sebagai official bank pada Konferensi Tingkat Tinggi PBB untuk Perubahan Iklim (United Nations – Climate Change Conference), di Bali. BNI juga telah dipercaya sebagai bank penyalur pinjaman lunak untuk lingkungan dari beberapa lembaga dunia, seperti Skim Pollutions Abatement Equipment dari Japan Bank for International Cooperation (JIBC), dan Skim Industrial Efficiency & Pollution Control dari Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW) Frankfurt, Jerman.

BAB III
Upaya Penanganan Masalah Lingkungan Hidup
Upaya penanggulangan kasus lingkungan hidup dapat dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut ini :
4.1 Upaya yang Dilakukan Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya memiliki tanggung jawab besar dalam upaya memikirkan dan mewujudkan terbentuknya pelestarian lingkungan hidup. Hal-hal yang dilakukan pemerintah antara lain:
  1. Mengeluarkan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang mengatur tentang Tata Guna Tanah.
  2. Menerbitkan UU No. 4 Tahun 1982, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  3. Memberlakukan Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1986, tentang AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).
  4. Pada tahun 1991, pemerintah membentuk Badan Pengendalian Lingkungan, dengan tujuan pokoknya:
-  Menanggulangi kasus pencemaran.
- Mengawasi bahan berbahaya dan beracun (B3).
- Melakukan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
- Pemerintah mencanangkan gerakan menanam sejuta pohon.
4.2  Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup oleh Masyarakat Bersama Pemerintah
Sebagai warga negara yang baik, masyarakat harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Beberapa upaya yang dapat dilakuklan masyarakat berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup antara lain:
  • Pelestarian tanah (tanah datar, lahan miring/perbukitan).
Terjadinya bencana tanah longsor dan banjir menunjukkan peristiwa yang berkaitan dengan masalah tanah. Banjir telah menyebabkan pengikisan lapisan tanah oleh aliran air yang disebut erosi yang berdampak pada hilangnya kesuburan tanah serta terkikisnya lapisan tanah dari permukaan bumi. Tanah longsor disebabkan karena tak ada lagi unsur yang menahan lapisan tanah pada tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan. Jika hal tersebut dibiarkan terus berlangsung, maka bukan mustahil jika lingkungan berubah menjadi padang tandus. Upaya pelestarian tanah dapat dilakukan dengan cara menggalakkan kegiatan menanam pohon atau penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah yang semula gundul. Untuk daerah perbukitan atau pegunungan yang posisi tanahnya miring perlu dibangun terasering atau sengkedan, sehingga mampu menghambat laju aliran air hujan.
  • Pelestarian udara.
Udara merupakan unsur vital bagi kehidupan, karena setiap organisme bernapas memerlukan udara. Kalian mengetahui bahwa dalam udara terkandung beranekaragam gas, salah satunya oksigen. Udara yang kotor karena debu atau pun asap sisa pembakaran menyebabkan kadar oksigen berkurang. Keadaan ini sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup setiap organisme. Maka perlu diupayakan kiat-kiat untuk menjaga kesegaran udara lingkungan agar tetap bersih, segar, dan sehat. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga agar udara tetap bersih dan sehat antara lain:
1. Menggalakkan penanaman pohon atau pun tanaman hias di sekitar kita
Tanaman dapat menyerap gas-gas yang membahayakan bagi manusia. Tanaman mampu memproduksi oksigen melalui proses fotosintesis. Rusaknya hutan menyebabkan jutaan tanaman lenyap sehingga produksi oksigen bagi atmosfer jauh berkurang, di samping itu tumbuhan juga mengeluarkan uap air, sehingga kelembapan udara akan tetap terjaga.
2. Mengupayakan pengurangan emisi atau pembuangan gas sisa pembakaran, baik pembakaran hutan maupun pembakaran mesin Asap yang keluar dari knalpot kendaraan dan cerobong asap merupakan penyumbang terbesar kotornya udara di perkotaan dan kawasan industri. Salah satu upaya pengurangan emisi gas berbahaya ke udara adalah dengan menggunakan bahan industri yang aman bagi lingkungan, serta pemasangan filter pada cerobong asap pabrik.
3. Mengurangi atau bahkan menghindari pemakaian gas kimia yang dapat merusak lapisan ozon di atmosfer Gas freon yang digunakan untuk pendingin pada AC maupun kulkas serta dipergunakan di berbagai produk kosmetika, adalah gas yang dapat bersenyawa dengan gas ozon, sehingga mengakibatkan lapisan ozon menyusut. Lapisan ozon adalah lapisan di atmosfer yang berperan sebagai filter bagi bumi, karena mampu memantulkan kembali sinar ultraviolet ke luar angkasa yang dipancarkan oleh matahari. Sinar ultraviolet yang berlebihan akan merusakkan jaringan kulit dan menyebabkan meningkatnya suhu udara. Pemanasan global terjadi di antaranya karena makin menipisnya lapisan ozon di atmosfer.
  • Pelestarian hutan
Eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu hingga kini tanpa diimbangi dengan penanaman kembali, menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak. Pembalakan liar yang dilakukan manusia merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan hutan. Padahal hutan merupakan penopang kelestarian kehidupan di bumi, sebab hutan bukan hanya menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi, melainkan juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah, dan menyimpan cadangan air. Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan hutan:
  1. Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul.
  2. Melarang pembabatan hutan secara sewenang-wenang.
  3. Menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon.
  4. Menerapkan sistem tebang–tanam dalam kegiatan penebangan hutan.
  5. Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan.
  • Pelestarian laut dan pantai
Seperti halnya hutan, laut juga sebagai sumber daya alam potensial. Kerusakan biota laut dan pantai banyak disebabkan karena ulah manusia. Pengambilan pasir pantai, karang di laut, pengrusakan hutan bakau, merupakan kegatan-kegiatan manusia yang mengancam kelestarian laut dan pantai. Terjadinya abrasi yang mengancam kelestarian pantai disebabkan telah hilangnya hutan bakau di sekitar pantai yang merupakan pelindung alami terhadap gempuran ombak. Adapun upaya untuk melestarikan laut dan pantai dapat dilakukan dengan cara:
  1. Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman bakau di areal sekitar pantai.
  2. Melarang pengambilan batu karang yang ada di sekitar pantai maupun di dasar laut, karena karang merupakan habitat ikan dan tanaman laut.
  3. Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya dalam mencari ikan.
  4. Melarang pemakaian pukat harimau untuk mencari ikan.
  • Pelestarian flora dan fauna
Kehidupan di bumi merupakan sistem ketergantungan antara manusia, hewan, tumbuhan, dan alam sekitarnya. Terputusnya salah satu mata rantai dari sistem tersebut akan mengakibatkan gangguan dalam kehidupan.
Oleh karena itu, kelestarian flora dan fauna merupakan hal yang mutlak diperhatikan demi kelangsungan hidup manusia. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian flora dan fauna di antaranya adalah:
  1. Mendirikan cagar alam dan suaka margasatwa.
  2. Melarang kegiatan perburuan liar.
  3. Menggalakkan kegiatan penghijauan


BAB IV
PENUTUP
5.1        Kesimpulan
Berdasarkan uraian atau penjelasan dari makalah ini  maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
  1. Faktor penyebab terjadinya degradasi lingkungan hidup <LH> yang bersifat tidak langsung antara lain : pertambahan penduduk, kebijakan pemerintah, dampak industrialisasi, reboisasi dan reklamasi yang gagal, meningkatnya penduduk miskin dan pengangguran, lemahnya penegakan hukum, kesadaran masyarakat yang rendah, pencemaran lingkungan.
  2. Pengembangan sistem sosial yang responsif meliputi : penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat, undang-undang lingkungan hidup, pendidikan lingkungan hidup.
  3. Modal sosial untuk kasus lingkungan hidup secara garis besar dibagi 2, yaitu : modal intelektual dan modal finansial
  4. Organisasi masyarakat yang terlibat untuk menangani kasus lingkungan hidup antara lain : Greenpeace, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Tunas Hijau, WARSI, Laboratorium Pembangunan dan Lingkungan.
  5. Optimalisasi kontribusi dalam pelayanan sosial meliputi : kebijakan nasional dan daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, global warming dan peran Bank Syariah, pengelolaan lingkungan hidup.
  6. Contoh kerjasama untuk kasus lingkungan hidup : kerjasama lingkungan dengan EU, kementrian lingkungan hidup bekerjasama dengan DPP, Indonesia kerjasama lingkungan dengan Finlandia, BNI kerjasama dengan WWF.
  7. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk kasus lingkungan hidup yaitu dengan mengeluarkan undang-undang lingkungan hidup
5.2        Saran
Melalui makalah, penulis akan memberikan beberapa saran yang berhubungan dengan masalah sosial kasus lingkungan hidup antara lain sebagai berikut :
  1. Perlunya peningkatan perhatian pemerintah terhadap kasus lingkungan hidup
  2. Sebaiknya masyarakat bersama pemerintah saling bersinergi dalam menjaga lingkungan hidup yang stabil.
  3. Perlunya dilakukan penghijauan dan reboisasi untuk menghindari kerusakan lingkungan.
Sebaiknya masyarakat memiliki inisiatif untuk terus mengembangkan organisasi-organisasi untuk penanganan kasus lingkungan hidup sehingga kasus lingkungan hidup tidak terabaikan begitu sajasistem sosial yang responsif
  1. .